METODE
TAFSIR AL-MUQARAN
Makalah
ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa indonesia
Di
susun oleh:
Nama : Suherman
NIM
: 1112034000149
Prodi TafsirHadits
FakultasUshuluddin
FakultasUshuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
A.
Pendahuluan
Pada abad
yang modern sekarang
ini metode Tafsir
Muqaran, ini terasa
makin di butuhkan
oleh umat, terutama
di karenakan banyak
timbulnya berbagai paham
dan aliran yang
kadang jauh keluar
dari pemahaman yang
benar.
Maka dari
itu pada makalah
yang singkat ini
saya akan membahas
betapa pentingnya metode
Tafsir Muqaranini, sebagai
perbandingan agar tidak
terjadinya pro &
kontra antar sesama
umat.
B.
Pengertian Tafsir
Muqaran
Di lihat
dari kata Tafsir
Muqaran itu terdiri
dari dua kata,
yakni Tafsir dan
Muqaran, yang memiliki
makna dan pengertian
yang berbeda.
Secara etimologi
Tafsir adalah bentuk
kata dari fassara, yufassiru,
tafsiran yang bermakna
As-Syarhu wa
Al-Bayan.[1] Dalam
kitab Ulumul Qur’an Tafsir
bermakna (Al-Kaysifu) menyingkap, (Al-Ibanah)
menjelaskan, (Idzhar) mengungkap,
dan (Tabyin) menerangkan.[2]
Sedangkan menurut
terminologi Tafsir adalah
ilmu yang di
dalamnya mencakup berbagai
macam sarana untuk
menyingkap makna Al-Qur’an.
Sedangkan Muqaran
secara etimologi adalah
bentuk kata dari qaarana, yukaarinu,
muqaranatan yang bermakna
menimbang (waazana) dan memperbandingkan. Jika
keduanya di gabungkan
maka akan di
peroleh makna: menjelaskan
dengan melakukan perbandingan.
Quraish Shihab
dalam mendefinisikan Tafsir
Muqaran adalah sebagai
berikut. Membandingkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang memiliki
persamaan atau kemiripan
redaksi yang berbicara
tentang masalah atau
kasus yang berbeda
bagi masalah atau
kasus yang sama
atau di duga
saama.[3]
Sedangkan menurut
Ali Hasan Al-Ridh
mendefinisikan Tafsir Muqaran
adalah metode yang
di tempuh seseorang
mufassir dengan cara
mengambil sejumlah ayat-ayat
Al-Qur’an kemudian mengemukakan
penafsiran para ulama
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut, baik mereka
ulama salaf maupun
khalaf. Metode yang
di gunakan berkecenderungan mereka
berbeda-beda baik penafsiran
mereka berdasarkan riwayat
yang berasal dari
Rosulullah SAW, para
sahabat (bil Al-Matsur)
atau berdasarkan rasio
(ijtihad atau Tafsir
bil-ra’yu) dan mengungkapkan
pendapat-pendapat mereka serta
membandingkan segi-segi dan
kecenderungan masing-masing yang
berbeda dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an.[4]
Berdasarkan definisi
mengenai Tafsir Muqaran
yang telah saya
jelaskan di atas,
kemudian dapat saya
simpulkan bahwa ranah
yang di jadikan
objek dalam mengaplikasikan metode
Tafsir Muqaran adalah.[5]
1. Memperbandingkan antara
ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Memperbandingkan antara
ayat Al-Qur’an dengan
Hadis Nabi.
3. Memperbandingkan antara
corak hasil penafsiran
para ulam tafsir
berdasarkan kecenderungan yang
mereka miliki.
C.
Sejarah perkembangan
Tafsir Muqaran
Setiap metode-metode
yang di gunakan
dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an memang telah
tercover dalam sejarah
islam, sebagaimana yang
telah di gambarkan
Al-Farmawi tentang bentuk-bentuk
penafsiran tersebut di
antaranya yaitu: Tafsir
Ijmali, Tafsir Tahlili,
Tafsir Maudhu’i, dan
Tafsir Muqaran.[6]
Dalam sejarah,
usaha-usaha dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an terjadi
seiring dengan perkembangan
agama Islam, yang
di mulai sejak
pada jama Nabi
Muhammad SAW. Ini terbukti
dengan adanya Nabi
Muhammad sebagai mufassir
yang menjelaskan setiap
ayat-ayat Al-Qur’an kepada
para sahabat yang
masih bingung dalam
memahami kandungan makna
pada setiap ayat-ayat
Al-Qur’an.
Penafsiran-penafsiran yang
di lakukan Nabi
Muhammad ini memiliki
sifat-sifat dan karakteristik tertentu,
di antaranya penegasan
makna (bayan Al-Takid),
perincian makna (bayan
Tafshil), perluasan dan
penyempitan makna, serta
pemberian contoh. Sedangkan
dari segi motifnya
tafsiran Nabi Muhammad
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
mempunyai tujuan-tujuan pengarahan
(bayan Irsyad), peragaan
(Tathbia), pembenaran (bayan
Tashih).
Setelah sepeninggal
Nabi Muhammad SAW, kegiatan
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an
tidak berhenti malah
boleh jadi semakin
meningkat munculnya persoalan-persoalan baru
seiring dinamika masyarakat
yang progresif.
D.
Kelebihan dan
Kekurangan Tafsir Muqaran
Setiap metode
yang di gunakan
untuk menafsirkan Al-Qur’an,
pasti dalam metode-metode
tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Adapun
kelebihan dan kekurangan
dalam metode Tafsir
Muqaran adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan Tafsir
Muqaran
a. Memberikan wawasan
relatif lebih luas.[7]
b. Membuka pintu
untuk bersikap toleran.
c. Mengungkapkan ke-ijazan
dan ke ontentikan Al-Qur’an.
d. Membuktikan kandungan
makna yang sebenarnya
ayat-ayat Al-Qur’an, tidak adanya
yang kontradiktif, demikian
juga antara Al-Qur’an
dan hadis.
e. Dapat mengungkapkan
orsinalitas dan objektifitas
mufassir.
f. Dapat mengungkapkan
sumber-sumber perbedaan di
kalangan mufassir atau
diantara kelompok umat
Islam, yang di
dalamnya termasuk masing-masing
mufassir.
g. Dapat menjadi
sarana pendekatan (Taqrib)
di antara berbagai
aliran tafsir dan
dapat juga mengungkapkan
kekeliruan mufassir sekaligus
mencari pandangan yang
paling mendekati kebenaran.
2. Kekurangan Tafsir
Muqaran
a. Penafsiran yang
menggunakan Tafsir Muqaran
tidak dapat di
berikan kepada pemula,
seperti mereka yang
belajar tingkat menengah
kebawah. Karena pembahasannya
terlalu meluas, dan
konsekuensinya tentu akan
menimbulkan kebingungan bagi
mereka dan bahkan
dapat merusak pemahaman
terhadap Islam secara
Universal.
b. Metode Tafsir
Muqaran tidak dapat
di andalkan untuk
menjawab setiap problematika
sosial yang sedang
tumbuh di kalangan
masyarakat. Hal ini di
sebabkan metode ini
lebih mengutamakan perbandingan
daripada pemecahan masalah.
c. Metode Tafsir
Muqaran juga terkesan
lebih banyak menelusuri
tafsiran-tafsiran baru.
E.
Contoh aplikasi
metode Tafsir Muqaran
Perbandingan-perbandingan dalam
aspek ini dapat
di lakukan pada
semua ayat-ayat Al-Qur’an,
baik memakai mufradat,
urutan kata, maupun
kemiripan redaksi.
1. Contoh dalam
memperbandingkan redaksi yang
mirip antara ayat
dengan ayat Al-Qur’an.
وما
جعله الله الا بشر ى لكم ولتطمئن قلوبكم به وما النصر ألا من عند الله العزىز
الحكىم ( ال عمرن:126)
Allah tidak
menjadikan pemberian bala
bantuan itu melainkan
sebagai khabar gembira
bagi kemenanganmu, dan
agar tentram hatimu
karenanya. Dan kemenanganmu
hanyalah dari Allah
yang maha perkasa
lagi maha bijaksana.
وما
جعله الله ألا بشرى ولتطمئن به قلوبكم وما النصر الا من عند الله ان الله عزىز
حكىم ( الأنفل:10)
Allah tidak
menjadikanya (mengirim bala
bantuan itu), melainkan
sebagai kabar gembira
dan agar hatimu
menjadi tentram karenanya.
Dan kemenangan itu
hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah
maha perkasa lagi
maha bijaksana.
2. Contoh perbandingan
antara ayat Al-Qur’an
dengan hadis Nabi.
1. Ayat
Al-Qur’an
انى وجد ت امرأة تملكم
وأوتىت من كل شىء ولها عرش عظىم ( النمل:23 )
Sesungguhnya aku
menjumpai seorang wanita
yang memerintah mereka,
dan dia di
anugrahi segala sesuatu
serta mempunyai singgasana
yang besar.
2. Hadis
ما افع قوم ولوا امرهم امرة ( الا بخرى )
Tak pernah
sukses (beruntung) suatu
bangsa yang menyerahkan
semua urusan mereka
kepada wanita.
F.
Perbandingan pendapat
para Mufassir
Sebelum kita
melakukan perbandingan terhadap
berbagai pendapat para
ulama tafsir khususnya
yang menyangkut ayat-ayat
Al-Qur’an, hal-hal yang
harus di perhatikan ialah:
1. Kondisi Sosial
politik ketika mufassir
itu masih hidup.
2. Kecenderungan dan
latarbelakang pendidikan mufassir.
3. Pendapat yang
di kemukakan itu
apakah merupakan pendapat
pribadi mufassir, atau
mengembangkan
pendapat-pendapat yang sudah
ada atau hanya
mengulang saja pendapat
yang sudah ada.
4. Pembanding menganalisis
pendapat-pendapat para Ulama-ulama
Tafsis baik untuk
menguatkan atau mengkritisi
penafsiran yang telah
di lakukan.
Adapun
sebagian Ulama Tafsir
juga dalam membandingkan
pendapat-pendapatnya untuk menafsirkan
suatu ayat.
1. Menghimpun sejumlah
ayat yang di
jadikan objek studi
tanpa melihat redaksinya
yang mempunyai kemiripan
atau tidak.
2. Melacak berbagai
pendapat Ulama Tafsir
dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an tersebut.
3. Kemudian membandingkan
pendapat-pendapat mereka untuk
mendapatkan informasi yang
berkenan dengan identitas
dan pola pikir
dari masing-masing mufassir.
G.
Kitab-kitab yang mengaplikasikan metode
Tafsir Muqaran
Metode Tafsir
Muqaran ini hanyalah
satu bentuk metodologi
atau analisa. Jadi
jarang sekali di
temukan satu kitab
yang menggunakan Tafsir
ini, secara keseluruhan
dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an maupun metode-metode
lainya seperti: metode
Tafsir Tahlili, Tafsir
Ijmali, Tafsir Maudhui
dan sebagainya.
Berikut kitab-kitabnya.
1. Durrah At-Tanjil
wa Ghurrah At-Tanwil,
karya Al-Iskafi yang
terbatas pada perbandingan
ayat dengan ayat
Al-Qur’an.
2. Al-Jamili Ahkam
Al-Qur’an, karya Al-Qurthuby
yang membandingkan prnafsiran-penafsiran para
mufassir.
3. Rawai Al-Bayan
fi Tafsiri ayat
Al-Ahkam, karya Ali
Ash-Shabuny.
4. Al-Qur’an and
Interpreters, salah satu
karya tafsir yang
lahir di zaman
modern ini, karya
Prof. Muhammad Ayyoby.[8]
H.
Kesimpulan
Ø Setiap metode-metode
Tafsir mempunyai efektifitas
masing-masing, karna Al-Qur’an
merupakan kitab untuk
umat Islam, maka
kajian terhadap Al-Qur’an
perlu di lakukan
dengan sangat hati-hati.
Ø Al-Qur’an berfungsi
sebagai sumber pengetahuan
dan petunjuk bagi
seluruh umat Islam,
maka Al-Qur’an harus
di pelajari dan
di upayakan penafsiranya.
Dan di perlukan
adanya kerangka metode
penafsiran yang relevan.
Ø Agar tidak
terjadinya prokontra antara
ayat-ayat Al-Qur’an dengan
Hadis maka di
perlukan adanya metode
Tafsir Muqaran, karna
untuk membandingkan ayat dengan
ayat Al-Qur’an maupun
ayat Al-Qur’an dengan
Hadis.
Ø Dan tidak
bisa di pungkiri
bahwa tiap-tiap metode
yang di gunakan
mufassir masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan,
oleh karena itu
upaya untuk terus
mencari alternatif metode
Tafsir dengan banyak
belajar dari metode-metode
dan pendekatan terhadap
Tafsir yang sudah
ada, dan merupakan
warisan yang tak
ternilai.
I.
Dafta pustaka
ü Al-Mujam Al-Wasith, Maktabah Syarua Ad-Dauliyah, Mesir, 2011.
ü Manna’ Khalil Al-Khathan, Mabchis fi Uluil Qur’an, Al-Hidyah,
Surabaya, 1973.
ü Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1996.
ü Ali Hasan Al-Aradhi, Tarikh Al-Tafsir wa Manhij Al-Mufassirin,
terj: Ahmad Arkum, Sejarah dan Metodologi
Tafsir, Jakarta, 1994.
ü Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman Ar-Rumi, Bushust fi Ulumi
At-Tafsir wa Mahajinuhu, hal: 62, Maktabah At-Taubah.
ü Dr. Abdul Hay Al-Famawi, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhui,
Al-Hadharah Al-Arabiyah, Kairo, 1977.
ü Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, hal:
142, pelajar, Yogyakarta
[2]Manna’ Khalil Al-Khathan, Mabchis fi Uluil Qur’an, hal: 323,
Al-Hidyah, Surabaya, 1973.
[3]Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hal: 118, Mizan, Bandung,
1996.
[4]Ali Hasan Al-Aradhi, Tarikh Al-Tafsir wa Manhij Al-Mufassirin, terj:
Ahmad Arkum, Sejarah dan Metodologi
Tafsir, hal: 75, Jakarta, 1994.
[5]Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman Ar-Rumi, Bushust fi Ulumi
At-Tafsir wa Mahajinuhu, hal: 62, Maktabah At-Taubah.
[6]Dr. Abdul Hay Al-Famawi, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhui,
hal: 23, Al-Hadharah Al-Arabiyah, Kairo, 1977.
[7]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, hal: 142,
pelajar, Yogyakarta
[8]Ali Hasan Al-Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, hal : 40,
Rajawali Jakarta, 1992
good
BalasHapus