1|Page
Metode
Tafsir Para Sahabat
a.
Pengertian
sahabat sebagai mufassir
Nabi, memahami Al quran secara global
dan terperinci. Dan kewajibannya menjelaskannya kepada para sahabatnya:
“ Dan kami turunkan kepadamu Az-Zikr, agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah di turunkan kepada merekasupaya
mereka memikirkan.” (an-nahl : 44)
Para sahabat juga memahami al quran
karena al quran di turunkan dalam bahasa mereka, sekalipun mereka tidakl
memahami dtail-dtailnya. Ibnu Khaldun dalam mukodimahnya menjelaskan “Quran di
turunkan dalqm bahasa arab dan menurut Uslub-uslub balagahnya. Karena itu semua
orang arab memahaminya dan mengetahui makna-maknanya baik kosakata maupun
susunan kalimatnya. Namun demkian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya,
sehingga apa yang tidak di ketahui oleh seseorang di antara mereka boleh jadi
di ketahui oleh orang lain.
Di antara para
sahabat yang menafsirkan Al quran adalah empat Khalifah, Ibnu Masud, Ibnu Abbas,
Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tshabit, Abu Musa Al Asy’ari, Abdullah bin Zubair,
Anas bin Malik, Abdullah bin Umara, Zabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin As
Dan Aisah. Dengan terdapat perbedaan sedikit banayaknya penafsiran mereka,
cukup banyak riwayat-riwyat yang di nisbahkan kepada mereka dan kepada sahabat
yang lain di berbagai tempat tafsir bil Ma’sur yang tentu saja berbeda-beda
derajat kesohehan dan ke doifannya di lihat dari sudut sanad ( mata rantai
periwayatan) .
Sedangkan menurut Imam
Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqan mengatakan: "Kalangan sahabat yang populer
dengan tafsirnya ada sepuluh; khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali), Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka'ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa
Al-'Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang
paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.
sedang dari tiga khalifah yang lain hanya sedikit sekali, karena mereka lebih
terdahulu wafatnya.
Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar
dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena
pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang
lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk
mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi
Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan,
lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya.
Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa
dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk
Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu
untuk
2|Page
mempelajari Al-Qur'an serta memahami
rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya
begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.
A. Kedudukan Ali dalam menafsirkan
al-Qur’an
Umar
bin Khatab Ra berlindung kepada Allah ketika tidak ada Ali dalam menghadapi
kesusahan atau permasalahan. Diriwayatkan atas Ali, bahwasannya beliau berkata:
Tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku tentang kitab Allah,
demi Allah tidak ada satu ayatpun turun kecuali aku mengetahuinya baik siang
maupun malam. Abdullah bin Abbas Ra berkata; Saya mengambil tafsir al-Qur’an
dari Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan oleh Abu Na’im dari Abdullah bin Abbas
berkata: Al-Qur’an diturunkan atas 7 huruf, tidak ada satu huruf pun yang tidak
memiliki makna zahir dan bathin. Sesungguhnya Ali mengetahui makna itu dan
darinya pula zahir dan bathin itu. Adapun periwayatan/cara (thoriqoh) yang bisa
kita ambil atas Ali bin Abu Tholib Ra dalam penafsiran, antara lain:
-
Thoriq Hisyam dari Muhammad bin Sirin dari Ubaidah as-Salmany dari Ali Ra. Cara
ini merupakan cara yang shohih yang banyak diriwayatkan oleh Bukhori dkk.
-
Thoriq Ibnu Abil Husain dari Abu Thufail dari Ali Ra dan ini juga cara yang
shohih yang banyak diriwayatkan oleh Abu Uyainah.
-
Thoriq Zuhri dari Ali Zainal Abidin dari bapaknya Husain dari bapaknya Ali Ra
dan ini merupakan cara yang sangat shohih yang dianggap sanad yang paling
shohih[3].
B.
Kedudukan Ibnu Mas’ud dalam menafsirkan al-Qur’an
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu
Abbas, beliau berkata: Sesungguhnya seorang dari kita apabila mempelajari 10
ayat tidak akan berlanjut hingga mengetahui maknanya dan mengamalkannya.
Dikisahkan bahwasannya beliau talaqqi al-Qur’an kepada Rasulullah sebanyak 70
surat. Rasulullah berkata kepada Ibnu Mas’ud pada permulaan beliau masuk Islam,
Sesungguhnya kamu seperti anak yang dididik.
Dalam hadist lain Rasulullah berkata:
Barang siapa yang ingin membaca al-Qur’an dengan segar sesuai yang dirurunkan
maka bacalah kepada Ibnu Ummi. Ibnu Mas’ud merupakan salah satu Sohabat yang
paling mengetahui dalam hal al-Qur’an sampai-sampai beliau berkata:Demi Allah
tiada Tuhan selainnya, tidak ada satu pun surat dari kitab Allah kecuali aku
mengetahui dimana diturunkannya , dan tidak satu pun ayat dari kitab Allah
kecuali aku mengetahui buat siapa ayat itu diturunkan, dak kalau seandainya ada
seseorang yang lebih pandai dariku tentang kitab Allah maka aku akan datang
kepadanya dengan menunggangi unta.
Periwayatan
Abdullah bin Mas’ud dalam mentafsirkan al-Qur’an
Ibnu
Mas’ud adalah orang yang paling banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah
Ibnu Abbas adapun kata Imam Suyuti: Ibnu Mas’ud adalah Sohabat yang paling
banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah Ali. Diantara toriq/jalan yang
terkenal periwayatannya sampai kepada Abdullah bin Mas’ud:
-
Toriq ‘Amasy dari Abu Dhuha dari Masyruq dari Ibnu Mas’ud dan jalan ini
merupakan toriq yang paling shohih dan selamat. Hal ini banyak diriwayatkan
oleh Bukhori.
3|Page
-
Toriq Mujahid dari Abu Muammar dari Ibnu Mas’ud dan ini juga jalan yang shohih.
-
Toriq ‘Amasy dari Abu Wail dari Ibnu Mas’ud
-
Toriq Assadil Kabir dari Murrah al-Handani dari Ibnu Mas’ud dan toriq ini
banyak diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadroknya.
-
Toriq Abu Ruq dari Dhohhak dari Ibnu Mas’ud dan hal ini banyak di keluarkan
oleh Ibnu Jarir dalam kitabnya. Cara yang terakhir ini tidak dilegalkan, karena
Dohhak tidak mengikuti Ibnu Mas’ud dan cara ini merupakan toriq yang terputus.
C.
Ubay bin Ka’ab
Beliau adalah Ubay bin Ka’ab Qois
al-Anshori al-Khozroji dan beliau akrab dipanggil Abul Mandzur dan Abu Tufail
ini merupakan nama samaran pertama yang diberikan Rasulullah adapun nama
samaran dari Rasulullah juga yang kedua adalah Umar. Beliau merupakan
sekretaris pertama Rasulullah di Madinah dan para ulama bertentangan tentang
waktu wafatnya banyak yang mengatakan pada saat Kholifah Umar bin Khotob.
Ubay bin Ka’ab merupakan pemimpin para
qori pada waktu itu dan yang merupakan salah satu sekretaris Rasulullah penulis
al-Qur’an pada masa Rasulullah. Ubay bin Ka’ab merupakan salah satu Sahabat
yang dekat dengan Rasulullah Rasulullah berkata: Sebaik-sebaiknya bacaan mereka
pada Ubay bin Ka’ab. Dari Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya Nabi Muhammad
Saw berkata kepada Ubay bin Ka’ab: Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk
membacakan kepadamu ayat
Kemudian Ubay bin Ka’ab bertanya: apakah
Allah menyebut namaku kepadamu? Maka Rasulullah menjawab: Ya. Ketika Ubay bin
Ka’ab mendengarkan jawaban itu maka Ubay bin Ka’ab menangis. Demikian tadi
diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Sahabat Ubay masih banyak lagi
sebenarnya kalau kita merujuk kepada kitab-kitab sejarah. Diantara keistimewaan
beliau adalah beliau merupakan salah satu hakim dimasa Sahabat sebagaiman
perkataan Masruq: Diantara Hakim dikalangan Sahabat Ra ada 6 orang yaitu Umar,
Ali, Abdullah, Zaid, Ubay dan Abu Musa.
Kedudukan Ubay dalam Tafsir diantara
para Sahabat yang paling mengetahui tentang kitab Allah adalah Ubay bin Ka’ab
dan beliau orang yang paling berpengalaman pada masalah Yahudi serta mengetahui
pula masalah rahasia kitab-kitab terdahulu.
E.
Abdullah Ibnu Abbas
Abdullah Ibnu Abbas adalah orang yang
ternama dikalangan ummat Islam.Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah
dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah
pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil".
Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata,
"Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin
Abbas."Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir
Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka
telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat
menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda. Umar r.a. pernah
mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan
tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan.
Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan
dikalangan
4|Page
sahabat.
Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan
bersama-sama kita".Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding
dengan dia.
Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan
kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang
rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:
Guru-guru
Ibnu Abbas
Diantara Guru-guru besar yang mengajar
ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang
menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu
Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima
orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap.Dari merekalah hampir semua ilmu
dan budayanya didapat.Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas
kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.
Murid-murid
Ibnu Abbas
Banyak dari kalangan Tabi'in yang
mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas.Diantara mereka yang paling
terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah
ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu
Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha'
ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana
mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang
sampai pada kita sekarang.
2.
Berbagai
sarana yang membantu sahabat dalam menafsirkan dan contoh-contohnya
Para
sahabat dalam menafsirkan Al quran pada masa lalu berpegang pada:
1.
Al
quran al-karim, sebab apa yang di kemukakan secara global di suatu tempat di
jelaskan secara terperinci di tempat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat
datang dalam bentuk mutlak atau umum namun kemudian di susul oleh ayat lain
yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “ Tafsir Quran
dengan Quran”. Penafsiran seperti ini cukup banyak contohnya. Misalnya,
kisah-kisah dalam Al quran yang di tampilkan secara ringkas di beberapa tempat,
kemudian di tempat lain datang urainnya yang panjang lebar (Mushap).
Contoh lainnya firman Allah :
.... احلت لكم بهيمة
الانعام الا ما يتلى عليككم ... (الماىدة : ا)
“
Di halalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan di bacakan kepadamu”
(Al-Maidah ayat 1), lalu di tafsirkan oleh ayat :
حرمت عليكم الميتة ... الأية (المائدة :
3)
Di haramkan bagimu ( memakan) Bangkai” Surah
Al-Maidah ayat 3
2.
Nabi
SAW, karena mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Quran. Karena
itu wajarlah kalau para sahabat bertannya kepadanya, ketika mendapat kesulitan
dalam memahami sesuatu ayat. Dari Ibnu Mas’ud di riwayatkan, ia berkata :
Ketika turun ayat ini:
الذين امنوا ولم يلبسوآ ايمانهم بظلم...
الآية (الأنعام : 82)
5|Page
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan
imannya dengan kedoliman…“(Al-anam: 82), hal ini sangat meresahkan hati para
sahabat. Mereka bertyanya, “ ya Rosullullah, siapakah di antara kita yang tdak berbuat
Dhalim terhadap dirinya?.. Beliau menjawab“ kedholiman disini bukankah seperti
yang kamu
pahami. Tidakkah kamu mendengar apa yang
di katakan hamba yang shaleh(Lukman),
انّ الشرك لظلم عظيم (لقمان : 13)
“sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kedhaliman yang besar”
(Lukman ayat 13). Maka kedhaliman di sini
sesungguhnya sirik.
Demikian juga Rasulullah menjelaskan kepada mereka
apa yang ia kehendaki ketika diperlukan. Dari uqbah bin Amir, ia berkata,”saya
pernah mendengar Rasulullah mengatakan suatu ayat diatas mimbar:
واعدوا لهم مااستطعتم من قوة ومن رباط
الخيل... الآية (الأنفال: 60)
“siapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang yang kamu bisa….” (al-Anfal :
60, ketahuilah ‘kekuatan’ disini adalah memanah.
Di antara kandungan Al quran
terdapat ayat-ayat yang tidak dapat di ketahui Ta’wilnya kecuali melalui
penjelasan rosulullah. Misalnya rincian tentang perintah dan larangannya serta
ketentuan mengenai hukum-hukum yang di fardukanya. Inilah yang di maksud dengan
perkataan rosullullah: “ ketahuilah, sungguh telah di turunkan kepadaku Quran
dan bersamanya pula sesuatau yang serupa dengannya “
3.
Pemahaman
dan ijtihad,apabila
para sahabat tidak mendapatkan Tafsiran dalam Al quran dan tidak
pula mendapatkan sesuatupun yang berhubungan dengan hal
itu dari Rosullullah, maka mereka
melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat
mereka adalah orang-orang arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab,
Tidak di ragukan lagi,tafsir
bilmasur yang berasal dari sahabat mempunyai nilai tersendiri. Jumhur ulama
bependapat, tafsir sahabat mempunyai status hukum marfu’(disandarkan kepada
rosulallah)bila berkenan dengan asbabun nuzul dan semua hal yang tidak
mungkin dimasuki ra’yi. Sedangkan
hal yang memungkinkan dimasuki ra’yi maka statusnya
adalah mauquf(terhenti)para sahabat
selama tidak disandarkan kepada rosulullah.
Sebagian
ulama mewajibkan untuk mengambil tafsir yang mauquf pada sahabat,karna
merekalah yang paling ahli bahsa arab dan menyaksikan langsung koteks dan
situasi serta kondisi yang hanya diketahui oleh mereka,disamping meraka
mempunyayai daya pemahaman yang sahih.Imam Zarkasyi
dalam kitabnya Alburhan berkata :
Ketahuilah quran itu ada dua bagian.satu bagian penafsirannya datang
berdasarkan naql (riwayat)dan bagian yang lain tidak dengan akal.yang
pertama,penafsiran itu ada kala nya dari nabi ,sahabat atau tokoh tabiin.jika
berasal dari nabi,hanya perlu dicari keshohehan sanadnya.jika berasal dari
sahabat,perlu diperhatikan apakah mereka menafsirkan dari segi bahasa?jika
ternyata demikian maka mereka adalah yang paling mengerti tentang bahasa
arab,karna itu pendapatnya dapat dijadikan peganggan tanpa diragukan lagi.atau
jika mereka menafsirkan berdasarkan
6|Page
asbabun nuzul atau situasi dan kondisi yang mereka
saksikan,maka hal ini pun tidak di ragukan lagi.Al-hafiz ibn katsir dalam
muqoddimah tafsirnyaberkata :Dengan demikian jika kita tidak mendapatkan
tafsiran dalam alquran dan tidak pula dalam sunah, hendaknya kita kembali dalam
hal ini ke pendapat sahabat:sebab mereka lebih mengetahui mengenai tafsir al
quran.hal ini karna merekalah yang
menyaksikan konteks dan situasi serta kondisi yang hanya
diketahui mereka sendiri.juga karna mereka mempunyai pemahaman sempurna,ilmu
yang sahih dan amal yang saleh,terutama para ulama dan tokoh besarnya seperti
empat khulafah ur rasyiidin para iimam yang mendapat petunjuk dari ibn mas’ud.
Pada masa ini tidak ada sedikit pun tasir yang dibukukan
,sebab pembukuan baru dilakukan pada abad ke 2.disamping itu tafsir hanya
merupakan cabang dari hadist,dan belum
mempunyai bentuk yang teratur.ia diriwayatkan secara bertebaran mengkuti ayat
ayat yang berserakan,tidak tertib atau berurutan.sesuai sistematika ayat ayat
al-quran dan surah-surah nya disamping juga tdak mencakup keseluruhannya.
4.
Madrasah
tafsir pada masa sahabat dan ciri-ciri serta karya-karya mereka
Ketika terjadinya
peristiwa-peristiwa penaklukan islam, hal ini mendorong tokoh-tokoh sahabat
berpindah kedaerah-daerah taklukan nya dan masing-masing mereka membawakan
ilmu. Dari tangan para sahabat inilah para tabi’in, murid-murid mereka itu,
belajar dan menimba ilmu sehingga selanjutnya tumbuh lah berbagai madzhab dan
perguruan tafsir.
Sarana untuk mempelajari ilmu
tafsir dizaman para sahabat itu dengan metode talqin, (tutur tinular) bukan
seperti zaman sekarang yang memiliki tempat, (madrasah-madrasah ) untuk
mengembangkan ilmu itu.
Tempat-tempat yang dijadikan sebagai sarana untuk
mengembangkan ilmu tafsir yaitu:
1.
Makkah
al-Mukarromah, yang digurui oleh ibnu abbas, banyak dari kalangan Tabi'in yang
mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling
terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah
ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu
Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha'
ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana
mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang
sampai pada kita sekarang.
Adapun jenis
ilmu yang diriwayatkan dari mereka itu mencakup: ilmu tafsir, ilmu ghorib
al-Qur’an, ilmu asbabun an-nuzul, ilmu makiyyah madaniyyah, dan ilmu
nasikh-mansukh. Tetapi semua itu diriwayatkan dengan cara talqin (belajar
langsung dari guru).
2.
Madinah
al-Munawwarah, yang digurui oleh Ubay bin Ka’ab, dimadinah banyak sekali
murid-murid Ubay bin Ka’ab diantaranya, Zaid bin aslam, Abul alyah, dan
Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi.
3.
Irak
digurui oleh Abdullah bin Mas’ud yang juga terkenal sebagai mufassir. Mereka
yaitu alkamah bin Qais, Masruk bin Al-azda, Aswad bin Yazid, Amir Asy-syaibi,
Hasan Al-Basri, dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.
7|Page
Jikalau
kita melihat dari data diatas tentang sejarah perkembangan tafsir dari
segi-segi corak penafsiran, maka perkembangan tafsir dapat pula ditinjau dari
segi kodifikasi (penulisan), hal mana dapat dilihat dalam periode par sahabat,
dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatanya ketika itu tersebar
secara lisan. Dan tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan
hadits-hadits, dan dihimpun dalam satu
bab,
seperti bab hadits, walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya
adalah tafsir bil ma’tsur.
Dalam
bidang ilmu tafsir muncul karya-karya Tematik yang berkaitan dengan tafsir
Quran yang di anggap penting bagi mufassir.Ali bin Almadini, guru Imam Al-Bukhari
(wafat 234 H), menulis tentang Asbabunnujul. Abu ubaid Al-kosim bin salam (w
224 H) melahirkan karya tentang Nasih mansuh dan masalah kiraat. Ibnu Qutaibah
menulis masalah problem Al quran (musykil Al quran). Mereka itu merupakan para
ulama abad ke 3 H.Pada abad ke 4 H, juga tidak sedikit yang menulis tentang
masalah terkait: Muhammad bin Kholaf bin Al-marjuban yang menulis sebuah kitab
“ Al hawi fiulumil quran,” Abu bakar muhammad bin Al-qosim Al-ambari menulis
kitab “ ulumul quran” Abubakar asy syijistani karyanya adalah “ goribul quran”,
dan Muhammad bin Ali Al-afudi menulis kitab Al-istigna fiulumilquran “.
8|Page
BAB3
Kesimpulan
Para sahabat juga memahami al quran
karena al quran di turunkan dalam bahasa mereka, sekalipun mereka tidaklah
memahami dtail-dtailnya. Ibnu Khaldun dalam mukodimahnya menjelaskan “Quran di
turunkan dalam bahasa arab dan menurut Uslub-uslub balagahnya. Karena itu semua
orang arab memahaminya dan mengetahui makna-maknanya baik kosakata maupun
susunan kalimatnya. Namun demkian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya,
sehingga apa yang tidak di ketahui oleh seseorang di antara mereka boleh jadi
di ketahui oleh orang lain.
Di antara para sahabat yang menafsirkan Al quran adalah
empat Khalifah, IbnMasud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tshabit, Abu
Musa Al Asy’ari, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin Umara, Zabir
bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin As Dan Aisyah.
Para
sahabat dalam menafsirkan Al quran pada masa lalu berpegang pada: al-Quran
al-karim, Nabi Muhammad saw, dan pemikiran atau ijtihad.
Lalu
para sahabat juga mengadakan tempat-tempat pengajian (madrasah), diantaranya
yang dijadikan tempat pembelajaran ilmu tafsir yaitu : Makkah al-Mukarromah,
yang digurui oleh Ibnu Abbas, Madinah al-Munawwaroh yang digurui oleh Ubbay bin
Ka’ab, dan Irak yang digurui oleh Abdullah bin Mas’ud. Dan dari situlah
lahirlah ulama-ulama dikalangan para tabi’in
yang menafsiri al-Qur’an. Dengan karangan yang sangat banyak diantaranya
:Muhammad bin Kholaf bin Al-marjuban yang menulis sebuah kitab “ Al hawi
fiulumil quran,” Abu bakar muhammad bin Al-qosim Al-ambari menulis kitab “
ulumul quran” Abubakar asy syijistani karyanya adalah “ goribul quran”, dan
Muhammad bin Ali Al-afudi menulis kitab Al-istigna fiulumilquran “.
9
|Page
Daftar
pustaka
·
Al-Farmawi
Abd. Al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, (LSIK), Jakarta, 1994.
·
Syaikh
Manna Al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu, Pustaka Al-Kausar, Jakarta Timur, 2004.
·
As-Shiddieqi
Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta,
1954.
·
Anwar
Rosihon, Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2005.
·
Husain
al-Zahabi, Tafsir wal Mufassirun, Soft Maktabah as-Syamilah.
·
Qurai
Syihab, Membumikan al-Qur’an,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar