Minggu, 16 Maret 2014

METODE TAFSIR PARA SAHABAT



1|Page


BAB I




Metode Tafsir Para Sahabat


a.       Pengertian sahabat sebagai mufassir


Nabi, memahami Al quran secara global dan terperinci. Dan kewajibannya menjelaskannya kepada para sahabatnya:


 “ Dan kami turunkan kepadamu Az-Zikr, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah di turunkan kepada merekasupaya mereka memikirkan.” (an-nahl : 44)


Para sahabat juga memahami al quran karena al quran di turunkan dalam bahasa mereka, sekalipun mereka tidakl memahami dtail-dtailnya. Ibnu Khaldun dalam mukodimahnya menjelaskan “Quran di turunkan dalqm bahasa arab dan menurut Uslub-uslub balagahnya. Karena itu semua orang arab memahaminya dan mengetahui makna-maknanya baik kosakata maupun susunan kalimatnya. Namun demkian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga apa yang tidak di ketahui oleh seseorang di antara mereka boleh jadi di ketahui oleh orang lain.


Di antara para sahabat yang menafsirkan Al quran adalah empat Khalifah, Ibnu Masud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tshabit, Abu Musa Al Asy’ari, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin Umara, Zabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin As Dan Aisah. Dengan terdapat perbedaan sedikit banayaknya penafsiran mereka, cukup banyak riwayat-riwyat yang di nisbahkan kepada mereka dan kepada sahabat yang lain di berbagai tempat tafsir bil Ma’sur yang tentu saja berbeda-beda derajat kesohehan dan ke doifannya di lihat dari sudut sanad ( mata rantai periwayatan) .


Sedangkan menurut Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqan mengatakan: "Kalangan sahabat yang populer dengan tafsirnya ada sepuluh; khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka'ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-'Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a. sedang dari tiga khalifah yang lain hanya sedikit sekali, karena mereka lebih terdahulu wafatnya[1].


Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan, lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya. Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu untuk


2|Page


mempelajari Al-Qur'an serta memahami rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.


A. Kedudukan Ali dalam menafsirkan al-Qur’an


Umar bin Khatab Ra berlindung kepada Allah ketika tidak ada Ali dalam menghadapi kesusahan atau permasalahan. Diriwayatkan atas Ali, bahwasannya beliau berkata: Tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku tentang kitab Allah, demi Allah tidak ada satu ayatpun turun kecuali aku mengetahuinya baik siang maupun malam. Abdullah bin Abbas Ra berkata; Saya mengambil tafsir al-Qur’an dari Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan oleh Abu Na’im dari Abdullah bin Abbas berkata: Al-Qur’an diturunkan atas 7 huruf, tidak ada satu huruf pun yang tidak memiliki makna zahir dan bathin. Sesungguhnya Ali mengetahui makna itu dan darinya pula zahir dan bathin itu. Adapun periwayatan/cara (thoriqoh) yang bisa kita ambil atas Ali bin Abu Tholib Ra dalam penafsiran, antara lain:


- Thoriq Hisyam dari Muhammad bin Sirin dari Ubaidah as-Salmany dari Ali Ra. Cara ini merupakan cara yang shohih yang banyak diriwayatkan oleh Bukhori dkk.


- Thoriq Ibnu Abil Husain dari Abu Thufail dari Ali Ra dan ini juga cara yang shohih yang banyak diriwayatkan oleh Abu Uyainah.


- Thoriq Zuhri dari Ali Zainal Abidin dari bapaknya Husain dari bapaknya Ali Ra dan ini merupakan cara yang sangat shohih yang dianggap sanad yang paling shohih[3].


B. Kedudukan Ibnu Mas’ud dalam menafsirkan al-Qur’an


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Sesungguhnya seorang dari kita apabila mempelajari 10 ayat tidak akan berlanjut hingga mengetahui maknanya dan mengamalkannya. Dikisahkan bahwasannya beliau talaqqi al-Qur’an kepada Rasulullah sebanyak 70 surat. Rasulullah berkata kepada Ibnu Mas’ud pada permulaan beliau masuk Islam, Sesungguhnya kamu seperti anak yang dididik.


Dalam hadist lain Rasulullah berkata: Barang siapa yang ingin membaca al-Qur’an dengan segar sesuai yang dirurunkan maka bacalah kepada Ibnu Ummi. Ibnu Mas’ud merupakan salah satu Sohabat yang paling mengetahui dalam hal al-Qur’an sampai-sampai beliau berkata:Demi Allah tiada Tuhan selainnya, tidak ada satu pun surat dari kitab Allah kecuali aku mengetahui dimana diturunkannya , dan tidak satu pun ayat dari kitab Allah kecuali aku mengetahui buat siapa ayat itu diturunkan, dak kalau seandainya ada seseorang yang lebih pandai dariku tentang kitab Allah maka aku akan datang kepadanya dengan menunggangi unta.


Periwayatan Abdullah bin Mas’ud dalam mentafsirkan al-Qur’an


Ibnu Mas’ud adalah orang yang paling banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah Ibnu Abbas adapun kata Imam Suyuti: Ibnu Mas’ud adalah Sohabat yang paling banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah Ali. Diantara toriq/jalan yang terkenal periwayatannya sampai kepada Abdullah bin Mas’ud:


- Toriq ‘Amasy dari Abu Dhuha dari Masyruq dari Ibnu Mas’ud dan jalan ini merupakan toriq yang paling shohih dan selamat. Hal ini banyak diriwayatkan oleh Bukhori.


3|Page


- Toriq Mujahid dari Abu Muammar dari Ibnu Mas’ud dan ini juga jalan yang shohih.


- Toriq ‘Amasy dari Abu Wail dari Ibnu Mas’ud


- Toriq Assadil Kabir dari Murrah al-Handani dari Ibnu Mas’ud dan toriq ini banyak diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadroknya.


- Toriq Abu Ruq dari Dhohhak dari Ibnu Mas’ud dan hal ini banyak di keluarkan oleh Ibnu Jarir dalam kitabnya. Cara yang terakhir ini tidak dilegalkan, karena Dohhak tidak mengikuti Ibnu Mas’ud dan cara ini merupakan toriq yang terputus.


C. Ubay bin Ka’ab


Beliau adalah Ubay bin Ka’ab Qois al-Anshori al-Khozroji dan beliau akrab dipanggil Abul Mandzur dan Abu Tufail ini merupakan nama samaran pertama yang diberikan Rasulullah adapun nama samaran dari Rasulullah juga yang kedua adalah Umar. Beliau merupakan sekretaris pertama Rasulullah di Madinah dan para ulama bertentangan tentang waktu wafatnya banyak yang mengatakan pada saat Kholifah Umar bin Khotob.


Ubay bin Ka’ab merupakan pemimpin para qori pada waktu itu dan yang merupakan salah satu sekretaris Rasulullah penulis al-Qur’an pada masa Rasulullah. Ubay bin Ka’ab merupakan salah satu Sahabat yang dekat dengan Rasulullah Rasulullah berkata: Sebaik-sebaiknya bacaan mereka pada Ubay bin Ka’ab. Dari Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw berkata kepada Ubay bin Ka’ab: Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu ayat


Kemudian Ubay bin Ka’ab bertanya: apakah Allah menyebut namaku kepadamu? Maka Rasulullah menjawab: Ya. Ketika Ubay bin Ka’ab mendengarkan jawaban itu maka Ubay bin Ka’ab menangis. Demikian tadi diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Sahabat Ubay masih banyak lagi sebenarnya kalau kita merujuk kepada kitab-kitab sejarah. Diantara keistimewaan beliau adalah beliau merupakan salah satu hakim dimasa Sahabat sebagaiman perkataan Masruq: Diantara Hakim dikalangan Sahabat Ra ada 6 orang yaitu Umar, Ali, Abdullah, Zaid, Ubay dan Abu Musa.


Kedudukan Ubay dalam Tafsir diantara para Sahabat yang paling mengetahui tentang kitab Allah adalah Ubay bin Ka’ab dan beliau orang yang paling berpengalaman pada masalah Yahudi serta mengetahui pula masalah rahasia kitab-kitab terdahulu.


E. Abdullah Ibnu Abbas


Abdullah Ibnu Abbas adalah orang yang ternama dikalangan ummat Islam.Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil". Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata, "Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas."Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda. Umar r.a. pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan. Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan dikalangan


4|Page


sahabat. Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan bersama-sama kita".Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding dengan dia.


Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:


Guru-guru Ibnu Abbas


Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap.Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat.Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.


Murid-murid Ibnu Abbas


Banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas.Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.




2.      Berbagai sarana yang membantu sahabat dalam menafsirkan dan contoh-contohnya


Para sahabat dalam menafsirkan Al quran pada masa lalu berpegang pada:


1.      Al quran al-karim, sebab apa yang di kemukakan secara global di suatu tempat di jelaskan secara terperinci di tempat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlak atau umum namun kemudian di susul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “ Tafsir Quran dengan Quran”. Penafsiran seperti ini cukup banyak contohnya. Misalnya, kisah-kisah dalam Al quran yang di tampilkan secara ringkas di beberapa tempat, kemudian di tempat lain datang urainnya yang panjang lebar (Mushap).


Contoh lainnya firman Allah :


....  احلت لكم بهيمة الانعام الا ما يتلى عليككم ... (الماىدة : ا)


“ Di halalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan di bacakan kepadamu” (Al-Maidah ayat 1), lalu di tafsirkan oleh ayat :


حرمت عليكم الميتة ... الأية (المائدة : 3)


Di haramkan bagimu ( memakan) Bangkai” Surah Al-Maidah ayat 3


2.      Nabi SAW, karena mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Quran. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertannya kepadanya, ketika mendapat kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Dari Ibnu Mas’ud di riwayatkan, ia berkata :


Ketika turun ayat ini:


الذين امنوا ولم يلبسوآ ايمانهم بظلم... الآية (الأنعام  : 82)




5|Page


“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan imannya dengan kedoliman…“(Al-anam: 82), hal ini sangat meresahkan hati para sahabat. Mereka bertyanya, “ ya Rosullullah, siapakah di antara kita yang tdak berbuat Dhalim terhadap dirinya?.. Beliau menjawab“ kedholiman disini bukankah seperti yang kamu


pahami. Tidakkah kamu mendengar apa yang di katakan hamba yang shaleh(Lukman),


انّ الشرك لظلم عظيم (لقمان : 13)


sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kedhaliman yang besar (Lukman ayat 13). Maka kedhaliman di sini sesungguhnya sirik.[2]


Demikian juga Rasulullah menjelaskan kepada mereka apa yang ia kehendaki ketika diperlukan. Dari uqbah bin Amir, ia berkata,”saya pernah mendengar Rasulullah mengatakan suatu ayat diatas mimbar:


واعدوا لهم مااستطعتم من قوة ومن رباط الخيل... الآية (الأنفال: 60)


“siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang yang kamu bisa….” (al-Anfal : 60, ketahuilah ‘kekuatan’ disini adalah memanah.[3]


Di antara kandungan Al quran terdapat ayat-ayat yang tidak dapat di ketahui Ta’wilnya kecuali melalui penjelasan rosulullah. Misalnya rincian tentang perintah dan larangannya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang di fardukanya. Inilah yang di maksud dengan perkataan rosullullah: “ ketahuilah, sungguh telah di turunkan kepadaku Quran dan bersamanya pula sesuatau yang serupa dengannya “


3.      Pemahaman dan ijtihad,apabila para sahabat tidak mendapatkan Tafsiran dalam Al quran dan tidak pula mendapatkan sesuatupun yang berhubungan dengan hal itu dari Rosullullah, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab,


Tidak di ragukan lagi,tafsir bilmasur yang berasal dari sahabat mempunyai nilai tersendiri. Jumhur ulama bependapat, tafsir sahabat mempunyai status hukum marfu’(disandarkan kepada rosulallah)bila berkenan dengan asbabun nuzul dan semua hal yang tidak mungkin  dimasuki ra’yi. Sedangkan hal yang memungkinkan dimasuki ra’yi maka statusnya adalah mauquf(terhenti)para sahabat  selama tidak disandarkan kepada rosulullah.


Sebagian  ulama mewajibkan untuk mengambil tafsir yang mauquf pada sahabat,karna merekalah yang paling ahli bahsa arab dan menyaksikan langsung koteks dan situasi serta kondisi yang hanya diketahui oleh mereka,disamping meraka mempunyayai daya pemahaman yang sahih.Imam Zarkasyi dalam kitabnya Alburhan berkata :


Ketahuilah quran itu ada dua bagian.satu bagian penafsirannya datang berdasarkan naql (riwayat)dan bagian yang lain tidak dengan akal.yang pertama,penafsiran itu ada kala nya dari nabi ,sahabat atau tokoh tabiin.jika berasal dari nabi,hanya perlu dicari keshohehan sanadnya.jika berasal dari sahabat,perlu diperhatikan apakah mereka menafsirkan dari segi bahasa?jika ternyata demikian maka mereka adalah yang paling mengerti tentang bahasa arab,karna itu pendapatnya dapat dijadikan peganggan tanpa diragukan lagi.atau jika mereka menafsirkan berdasarkan




6|Page


asbabun nuzul atau situasi dan kondisi yang mereka saksikan,maka hal ini pun tidak di ragukan lagi.Al-hafiz ibn katsir dalam muqoddimah tafsirnyaberkata :Dengan demikian jika kita tidak mendapatkan tafsiran dalam alquran dan tidak pula dalam sunah, hendaknya kita kembali dalam hal ini ke pendapat sahabat:sebab mereka lebih mengetahui mengenai tafsir al quran.hal ini karna merekalah yang


menyaksikan konteks dan situasi serta kondisi yang hanya diketahui mereka sendiri.juga karna mereka mempunyai pemahaman sempurna,ilmu yang sahih dan amal yang saleh,terutama para ulama dan tokoh besarnya seperti empat khulafah ur rasyiidin para iimam yang mendapat petunjuk dari ibn mas’ud.[4]


Pada masa ini tidak ada sedikit pun tasir yang dibukukan ,sebab pembukuan baru dilakukan pada abad ke 2.disamping itu tafsir hanya merupakan  cabang dari hadist,dan belum mempunyai bentuk yang teratur.ia diriwayatkan secara bertebaran mengkuti ayat ayat yang berserakan,tidak tertib atau berurutan.sesuai sistematika ayat ayat al-quran dan surah-surah nya disamping juga tdak mencakup keseluruhannya.


4.      Madrasah tafsir pada masa sahabat dan ciri-ciri serta karya-karya mereka


Ketika terjadinya peristiwa-peristiwa penaklukan islam, hal ini mendorong tokoh-tokoh sahabat berpindah kedaerah-daerah taklukan nya dan masing-masing mereka membawakan ilmu. Dari tangan para sahabat inilah para tabi’in, murid-murid mereka itu, belajar dan menimba ilmu sehingga selanjutnya tumbuh lah berbagai madzhab dan perguruan tafsir.


Sarana untuk mempelajari ilmu tafsir dizaman para sahabat itu dengan metode talqin, (tutur tinular) bukan seperti zaman sekarang yang memiliki tempat, (madrasah-madrasah ) untuk mengembangkan ilmu itu.


Tempat-tempat yang dijadikan sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu tafsir yaitu:


1.      Makkah al-Mukarromah, yang digurui oleh ibnu abbas, banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.[5]


Adapun jenis ilmu yang diriwayatkan dari mereka itu mencakup: ilmu tafsir, ilmu ghorib al-Qur’an, ilmu asbabun an-nuzul, ilmu makiyyah madaniyyah, dan ilmu nasikh-mansukh. Tetapi semua itu diriwayatkan dengan cara talqin (belajar langsung dari guru).


2.      Madinah al-Munawwarah, yang digurui oleh Ubay bin Ka’ab, dimadinah banyak sekali murid-murid Ubay bin Ka’ab diantaranya, Zaid bin aslam, Abul alyah, dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi.


3.      Irak digurui oleh Abdullah bin Mas’ud yang juga terkenal sebagai mufassir. Mereka yaitu alkamah bin Qais, Masruk bin Al-azda, Aswad bin Yazid, Amir Asy-syaibi, Hasan Al-Basri, dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.




7|Page


Jikalau kita melihat dari data diatas tentang sejarah perkembangan tafsir dari segi-segi corak penafsiran, maka perkembangan tafsir dapat pula ditinjau dari segi kodifikasi (penulisan), hal mana dapat dilihat dalam periode par sahabat, dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatanya ketika itu tersebar secara lisan. Dan tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits-hadits, dan dihimpun dalam satu


bab, seperti bab hadits, walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah tafsir bil ma’tsur.


Dalam bidang ilmu tafsir muncul karya-karya Tematik yang berkaitan dengan tafsir Quran yang di anggap penting bagi mufassir.Ali bin Almadini, guru Imam Al-Bukhari (wafat 234 H), menulis tentang Asbabunnujul. Abu ubaid Al-kosim bin salam (w 224 H) melahirkan karya tentang Nasih mansuh dan masalah kiraat. Ibnu Qutaibah menulis masalah problem Al quran (musykil Al quran). Mereka itu merupakan para ulama abad ke 3 H.Pada abad ke 4 H, juga tidak sedikit yang menulis tentang masalah terkait: Muhammad bin Kholaf bin Al-marjuban yang menulis sebuah kitab “ Al hawi fiulumil quran,” Abu bakar muhammad bin Al-qosim Al-ambari menulis kitab “ ulumul quran” Abubakar asy syijistani karyanya adalah “ goribul quran”, dan Muhammad bin Ali Al-afudi menulis kitab Al-istigna fiulumilquran “.
























































8|Page


BAB3


Kesimpulan


Para sahabat juga memahami al quran karena al quran di turunkan dalam bahasa mereka, sekalipun mereka tidaklah memahami dtail-dtailnya. Ibnu Khaldun dalam mukodimahnya menjelaskan “Quran di turunkan dalam bahasa arab dan menurut Uslub-uslub balagahnya. Karena itu semua orang arab memahaminya dan mengetahui makna-maknanya baik kosakata maupun susunan kalimatnya. Namun demkian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga apa yang tidak di ketahui oleh seseorang di antara mereka boleh jadi di ketahui oleh orang lain.


Di antara para sahabat yang menafsirkan Al quran adalah empat Khalifah, IbnMasud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tshabit, Abu Musa Al Asy’ari, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin Umara, Zabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin As Dan Aisyah.


Para sahabat dalam menafsirkan Al quran pada masa lalu berpegang pada: al-Quran al-karim, Nabi Muhammad saw, dan pemikiran atau ijtihad.


Lalu para sahabat juga mengadakan tempat-tempat pengajian (madrasah), diantaranya yang dijadikan tempat pembelajaran ilmu tafsir yaitu : Makkah al-Mukarromah, yang digurui oleh Ibnu Abbas, Madinah al-Munawwaroh yang digurui oleh Ubbay bin Ka’ab, dan Irak yang digurui oleh Abdullah bin Mas’ud. Dan dari situlah lahirlah ulama-ulama dikalangan para tabi’in  yang menafsiri al-Qur’an. Dengan karangan yang sangat banyak diantaranya :Muhammad bin Kholaf bin Al-marjuban yang menulis sebuah kitab “ Al hawi fiulumil quran,” Abu bakar muhammad bin Al-qosim Al-ambari menulis kitab “ ulumul quran” Abubakar asy syijistani karyanya adalah “ goribul quran”, dan Muhammad bin Ali Al-afudi menulis kitab Al-istigna fiulumilquran “.
















































9 |Page


Daftar pustaka


·         Al-Farmawi Abd. Al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, (LSIK), Jakarta, 1994.


·         Syaikh Manna Al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu, Pustaka Al-Kausar, Jakarta Timur, 2004.


·         As-Shiddieqi Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1954.


·         Anwar Rosihon, Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2005.


·         Husain al-Zahabi, Tafsir wal Mufassirun, Soft Maktabah as-Syamilah.


·         Qurai Syihab, Membumikan al-Qur’an,








[1] al-Itqon fi ulumil Qur’an, 1/2


[2] Hadist Ahmad, Bukhari-Muslim dan lainnya


[3]HR. Muslim dan lainya.


[4] Ibnu Katsir, 1/3


[5] Muqoddimah ibnu taimiyyah fi ushuli at-thafsir/15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar