A. Pendahuluan
Hubungan antara manusia, kebudayaan dan masyarakat
merupakan hubungan totalitas. Atau dalam pengertian lain, bagaimanapun, manusia
tidak bisa di pisahkan dari kebudayaan dan agama. Kedua sifat tersebut dihayati
oleh manusia sekaligus dalam menempuh kehidupan. Namun karena agama yang di
anut oleh manusia di dunia initidak hanya satu, maka tetu saja klaim kebenaran
masing-masing agama yang di anut oleh setiap orang akan muncul kepermukaan.
Jika klaim itu du hadapkan pada penganut agama lain, maka sudah dapat di duga
akan terjadi benturan antar pengatur agama yang masing-masing memiliki klaim
kebenaran.
B. Pengertian Agama,
Kebudayaan Dan Masyarakat
Secara
singkatnya marilah kita sama-sama memahami dan mengulas balik pengertian agama, kebudayaan dan masyarakat. Agar kita dapat
memahami sedikitnya apa yang dimaksud didalam pembahasan ini.Agama, berdasarkan
sudut pandang kebahasaan pada umumnya agama dianggap sebagai kata yang
berasal dari bahasa sangsekerta yang artinya “tidak kacau”. Hal itu mengandung
pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang menggatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Menurut inti makna yang khusus,kata agama dapat disamakan dengan kata religion
dalam bahasa inggris, religie dalam bahasa belanda, keduanya berasal
dari bahasa latin religio,dari akar kata religare yang berati mengikat. Dengan
kata singkat, definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah
memberikan definisi agama yang evaluatif (menilai). Ia “angkat tangan” mengenai
hakikat agama, baik atau buruknya agama atau
agama-agama yang tengah di amatinya.
Dari pengamatan ini ia hanya sanggup memberikan definisi yang deskriptif
(menggambarkan apa adanya), yang mengukapkan apa yang di mengerti dan di alami
pemeluk-pemeluknya.
Adapun agama dalam pengertian sosiologi
adalah gejala social yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di
dunia ini. Ia merupakan salah stu aspek dalam kehidupan social dan merupakan
bagian dari system social suatu
masyarakat. Agama bias dilihat juga sebagai unsure dari kebudayaan suatu
masyarakat, karena suatu agama juga dapat melahirkan suatu unsur kebudayaan
seperti kesenian, bahasa, system mata pencaharian, maupun system organisasi
social. Dapat diketahui bahwasannya agama mmpunyai
kaitan yang erat dengan kebudayaan, sekilas nya dapat kita ketahui keudaya menurut Koentjaraningrat (1987:180)
adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik ciri khasmasyarakat setempat.
Kebudayaan bisa terlahir, tumbuh, dan berkembang dalam
suatu masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung
oleh kebudayaan. Jadi, hubungan antara masyarakat dan kebudayaan merupakan
hubungan yang saling menentukan. Dalam
kaitannya kebudayaan tidak akan bias terlahir tanpa masyarakat,yang pada
hakekatnya antara keduanya memiliki suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan adalah
hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur
kehidupan dan cipta merupakan kemampuan berpikir dan kemampuan mental yang
menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah
konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain. Penduduk bertempat tinggal di
dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, , dan
berkemungkinan akan terbentuknya suatu masyarakat di wilayah tersebut. Demikian
pula hubungan antara masyarakat dengan kebudayaan, ini adalah hubungan dwi
tunggal, yang merupakan kebudayaan adalah hasil dari masyarakat. Kebudayaan
bisa terlahir, tumbuh, dan berkembang dalam suatu masyarakat, sebaliknya tidak
ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Jadi, hubungan antara
masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang saling menentukan.
Ø Penduduk adalah orang-orang
yang mendiami suatu wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan
berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Ø Masyarakat adalah suatu kehiduoan
sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam
kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang
telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Hal yang terpenting dalam
masyarakat adalah pranata sosial, tanpa pranata sosial kehidupan bersama
didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial
adalah perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota
masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Ø Kebudayaan adalah hasil budi daya
manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan,
sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan
cipta merupakan kemampuan berpikir dan kemampuan mental yang menghasilkan
filsafat dan ilmu pengetahuan. [1]
Pemahaman sosiologi atas agama tidak di timba dari
“pewahyuan” yang datang dari “dunia luar”, tetapi di angkat dari eksperiensi,
atau pengalaman konkret sekitar agama yang di kumpulkan dari sana-sini baik
dari masa lampau (sejarah) maupun dari kejadian-kejadian sekarang.
Dalam
kaitan ini harus di tegaskan lagi bahwa aliran fungsionalisme dengan sengaja
dan sebagai prinsip memberikan sorotan tersendiri serta tekanan khusus apa yang
telah ia lihat dari agama. Jelasnya ia melihat agama dari fungsinya. Agama di
pandang sebagai suatau institusi yang lain, yang mengemban tugas (fungsi) agar
masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup local,rasional,nasional
maupun mondial. Maka dalam tinjauanya yang di pentingkan ialah daya guna dan
pengaruh agama terhaadap masyarakat, serta berkat eksistensi dan fungsi agama
cita-cita masyarakat (akan ke adilan dan kedamaian, dan akan ke sejahteraan
jasmani dan rohani) dapat terwujud.
Para
pendiri agama maupun para pengikut serta para penganut baru sering datang dari
berbagai latar belakang social – jelasnya Dari segala ragam kelas strata, atau
sejenisnya. Kerena kelompok tersebut mempunyai perbedaan fungsi, dengan
demikian juga menerima perbedaan ganjaran dari masyarakat, maka merekapun
memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kondisi dan gaya hidup yang tidak
sama telah pula melahirkan pandangan, kebutuhan tanggapan dan struktur motivasi
yang beraneka. Beberapa prinsip keagamaan akan menunjukan secara jelas kaitan
konkrit antara kebutuhan dan pendangan kelompok tertentu saja ketimbang
kelompok lain yang kadangkala kepentingannya tak tercermin sama sekali. (
sebagai misal pandangan Kristen bahwa kekalahan Yesus yang duniawi dalam arti
luas di anggap sebagai kemenangan terhadap iblis dan kematian teryata akan
memiliki daya tarik yang lebih besar bagi beberapa kelas dan lapisan di banding
dengan kelas dan lapisan lain ). Karena
itu kebenikaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis
kebutuhan ke agamaan. Akibatnya bagi sosiologi agama terbentang lapangan studi
yang maha luas khususnya yang menyangkut hubungan antara agama dan struktur
socsal. Tetapi disini terjadi hubuingan dua arah, tak hanya kondisi social saja
yang menyebabkan lahir dan menyebarnya ide serta nilai-nilai, tetapi bila
ide-ide dan nilai telah terlembaga maka, ia mempengaruhbi tindakan manusia.
Karena itu sosiologi agama tidak hanya harus mempelajari pengaruh struktur
social terhadap agama, tetapi juga harus mempelajari pengaruh agama terhadap
struktur social.
Masyarakat
bukan hanya sekedar sebuah stuktur social , teapi juga merrrupakan suatu
prosees social yang kompleks. Hubungan , nilai, dan tujuan masyarakat hyanya
relative stabil pada setiap moment tertentu saja; dalam dirinya selalu bergerak
perubbahan yang lambat namun kumulatif. Beberapa perubahan lain mungkin
berlangsung lebih cepat , sehingga mengganggu struktur yang telah mapan.
Hancurnya bentuk bentuk social dan kulturalyang telah mapan dan tampilnya
bentuk bentuk baru merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Dengan
demikian berbagai kelompok yang ada dalam masyarakt dipengaruhi pula oleh berbagai perubahan sosial. Seperti
halnya kelompok tertentu melakukan fungsi fungsi yang lebih berarti dan lebih
dihargaiv disbanding kelompok lain , maka akan ada kelompok yang justru
menentang perubahan itu dan ada pula kelompok lain yang menyokong perubahan
tersebut . Dalam system yang sedang berjalan aka nada kelompok yang memperoleh
manfaat besar, baik materil maupun psikologis, sedang kelompok lain
mengacuhkannya atau adapula kelompok lain yang merasa perlu menentang status
quo dan berniat melakukan perubahan radikal.
Kelompok yang demikian jelas akan memperlihatkan bentuk
kepekaan agama yang berbeda . umpama saja tentang makna , masing masing akan
menfsirkannya sesuai dengan kondisi kehidupan yang dihadapi. Durkhaim
menggunakan istilah anomi untuk menunjukan keadaan disorganisasi soisal dimana
berbagai bentuk sosial dan kultur yang telah mapan ambruk. Ia berbicara tentang
dua aspek dari masalah ini. Pertama
hilangnya solodaritas yaitu apabila kelompok-kelompok lama dimana individu
mendapatkan rasa aman dan respon cenderung ambruk. Kemudian hilangnya
consensus; yaitu tumbangnya persetujuan (sering hanya bersifat semi-sadar)
terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi
kehidupan kelompok. Durkhaim memandang hal ini sebagai dua sisi dari suatu
proses disorganisasi sosial, dia menyatakan dua sisi itu dapat mengalami
disorganisasi dalam bentuk kecepatan yang berbeda. Akibat prose situ bagi
individu ialah suatu kondisi yang secara relative terpencil dan “tanpa norma”,
yang di sebut Durkhaim sebagai keadaan “ anomi “ . [2]
C.
Pengertian Kebudayaan Dan Masyarakat
Pengertian kebudayaan dan masyarakat, definisi klsik
kebudayaan seperti di kemukakan oleh Edward B. Taylor adalah keseluruhan
kompleks, kseluruhan pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan semua kemampuan dan kebiasaa lain yang di peroleh seseorang sebagai anggota
masyarakat/
Berdasarkan asal-usul kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta buddhayah (kata jamak). Bentuk tunggal : Budhi (budi atau akal),
berarti semua yang bersangkutan budi dan akal. Kebudayaan dapat di bagi kedalam
dua bentuk yaitu kebudayaan materi dan kebudayaan non materi. Kebudayaan materi
terdiri atas benda-benda hasil karya, misalnya
alat-alat, mobil, ladang, yang di olah dan sebagainya. Sedangkan nonmateri
terdiri dari kata-kata yang di pergunakan orang, hasil pemikiran, adat
istiadat, keyakinan dan kebiasaan yang di ikuti anggota masyarakat.
Kebudayaan (culture) sering di campurkan dengan
masyarakat (society), yang sebenarnya arti kebudayaan berbeda. Kebudayaan
adalah sitem nilai dan norma. Sementara masyarakat adalah sekumpulan manusia
yang secara relatif mandiri yang hidup bersama-sama dan melakukan
kegiatanya dalam kelompok. Sedangka
kebudayaan adalah suatu sistem nilai dan norma yang terorganisasi yang menjadi
pegangan dari masyarakat.
D. Agama
Dan Stratifikasi Sosial
Dua
kesimpulan penting berkenan dengan hubungan antara agama dengan stratifikasi
sosial di peroleh dari hasil penelitian Max Weber tentang agama-agama dunia :
yang pertama terdapat dalam sejarah agama Kristen, Yahudi, Islam, Hinduisme,
Budha, Konfusianisme, dan Taoisme – suatu hubungan yang jelas dan dapat di
amati di antara posisi sosial dengan kecenderungan menerima pandangan ke
agamaan yang berbeda. Yang kedua, ini bukanlah suatu penentuan yang tepat
tentang pandangan ke agamaan oleh stratifikasi sosial. Sebagai misal, kelas
menengah rendah, yang di anggap Weber memainkan peranan strategis dalam sejarah
agama Kristen, melihatkan suatu kecenderungan yang pasti kearah “congregational
religion”, kea rah agama keselamatan, dan ahirnya kea rah agama etika rasional.
Ini berbeda sekali dengan kecenderungan ke agamaan kaum petani. Tetapi Weber
menegaskan bahwa hal ini “ jauh dari setiap determinasi yang serupa ”. dia menegaskan
bahwa dalam kelas menengah rendah, dan khusausnya di kalangan pengrajin,
terdapat perbedaan besar yang saling berdampingan, dan bahwa pengrajin ini
memperlihatkan suatu diversifikasi yang sangat nyata. [3]
Weber
melihat hubungan kelompok ini dengan alam, jauh lebih renggang di banding
dengan petani dan jauh lebih terlibat dalam kehidupan yang bertolakdari
pertimbangan ekonomis yang rasional. Kerena itu cara mereka menangani situasi
kehidupanmemberi kemungkinan berupakemampuan memperhitungkan dan manipulasi
secara sengaja. Di samping itu dia menemukan bahwakejujuran merupakan cara
prilaku yang di andalkan kelompok ini, dan mereka cenderung percaya bahwa
bekerja dan berkewajiban bekerja sama akan menghasilakan suatu imbalan yang
seimbang “karena alasan-alasan ini, para pedagang kecil dan kaumpengrajin
bersedia menerima suatu pandangan dunia yang rasional di jiwai oleh etika
pembalasan. [4]
Weber juga menemukan kelas buruh industri modern di Eropa memperlihatkan
pra-disposisi bagi doktrin keselamatan, tetapi lebih sering bersifat semu-agama
ketimbang bersifat agama. “Dalam lingkungan rasionalisme proletar, agam pada
umumnya di gantikan oleh ideology lainya”, Marx menyebut kelas buruh Eropa
sebagai “proletariat”, yang di maksudnya dengan istilah ini ialah kelas yang
tidak memperoleh “bagian” dalam system sosisial yang ada. Buruh bekerja dan
hidup di suatu masyarakat dimana ia tidak merasa sebagai bagian dari masyarakat
itu. [5]
Marxisme menjadi ajaran penyelamat sekuler bagi sejumlah besar kelas buruh di
masa pertengahan abad ke-19 dan pada perang dunia ke-2.
Weber
juga berbicara secara umum tentang kaum elit dank kelas yang tidak memiliki hak
istimewa. Ide-ide seprti keselamatan, dosa dan kerendahan hati di temukan Weber
“jauh dari semua kelas elit politik” .[6]
dan sebenarnya layak di cela dengan sesuai rasa kehormatan diri kelas yang
demikian’: “jika hal-hal lain tetap sama, maka kelas-kelas yang punya status
sosial tinggi dan yang memiliki privilese ekonomi akan kurang cenderung
mengembangkan gagasan keselamatan. Sebaliknya mereka memanfaatkan fungsi agama
sebagai pengabsah pola kehidupan dan kondisi mereka di dunia. [7] Sebaliknya kelas yang tidak mempunyai hak
istimewa atau yang sudah tergusur, menunjukan kecenderungan untuk merangkul dan
mengembangkan agama-agama penyelamat, “menerima pandangan dunia rasional yang
di jiwai oleh etika konpensasi”, [8]
dan untuk memberikan persamaan derajad pada wanita dalam partisipasi keagamaan.
[9] Weber menyatakan : “selama setiap kebutuhan
untuk keselamatan merupakan ungkapan dari beberapa keadaan yang sulit, maka
tekanan sosial atau ekonomi merupakan sumber yang efektif bagi keselamatan
keyakinan, walaupun bukan sebagai sumber ekslusif satu-satunya.[10]
Sebaliknya Weber menyimpulkan “kelas-kelas yang secara ekonomis paling tidak
mampu, seperti para budak dan buruh harian, tidak akan pernah bertindak sebagai
pembawa panji-panji agama tertentu”. [11]
E. Agama
Sebagai Ideologi Transisi
Pada
masyarakat tradisional, tujuan individu dan kelompok, dan bahkan tujuan
masyarakat itu sendiri, telah di tetapkan dan di akui sejak dulu-dulu. Bila,
perbauran dengan kebudayaan lain atau dengan perkembangan lain yang internal
pada suatu masyarakat, timbul tujuan baru dan nilai baru, maka kepemimpinan
masyarakat berada dalamkeadaan yang membutuhkan ideologi untuk mejelaskan dan
merasionalisir tujuan dan nilai baru yang mendukungnya. Proses ini sering
melibatkan lahirnya kelompok penguasa baru.
Bila kaum elit memperoleh kekuasan dalam priode krisis,
hal ini di lakukan sebagian melalui kesanggupan mereka untuk mengarahkan
masyarakat ke sekitar keinginan tujuan-tujuan baru atau lewat keahlian mereka
mengungkapkan system nilai baru yang dapat diterima oleh mayoritas anggota
masyarakat. System ide dan tujuan ini memberikan kerangka dimana
kaum elit mengorganisir struktur kekuasaan dan kontrol yang baru. [12]
Dalam abad modern, paling tidak di Eropa dan Amerika, system nilai baru dan
ideologi yang membenarkanya telah bersifat sekuler.
Dalam
priode-priode sejarah sebelumnya, agama sering memenuhi fungsi pelayanan ini
sebagai “ideologi transisi”. Pada abad ke-8 misalnya, agama Kristen bertindak
sebagai ideologi bagi penyiapan kembali tahta Karel Martel. Selanjutnya pada
abad ke-10, dengan berdirinya Kerajaan Romawi Suci, agama Kristen kembali
bertindak sebagai Ideologi. Kebutuhan elit baru ini dan rakyat yang sedang
berada dalam transisi akan ideologi mirip dengan kebutuhan mereka yang
menderita anomi akan suatu system nilai dan komunitas yang baru. Sebenarnya
kedua kebutuhan ini sering di jumpai secara bersamam-sama.
F.
Kesimpulan
Masyarakat, agama dan budaya merupakan tiga komponen yang
saling mengikat dan memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Masyarakat
sebagai subjek yang menjalankan agama dan menciptakan budaya. Karena agama merupakan pemberian Tuhan, sedangkan budaya
hasil karya cipta masyarakat. Sehingga
kedudukan agama lebih absolut dab tidak dapat diganggu gugat. Sementara budaya
sangat di tentukan oleh masyarakat, yang menyebabkannya tidak absolute dan
kemungkinan untuk dirubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Hubungan timbal balik antara agama dan kebudayaan tidak
bisa terlepaskan, sebab masyarakat yang di sebut berbudaya pasti masyarakat
yang mematuhi segala macam ketentuan dalam agama yang di percaya. Sebaliknya
masyarakat yang beragama meiliki dam menghasillkan kebudayaan yang berdasarkan
agama yang di percayai.
G.
Daftar Pustaka
Ø
Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Sosiologi
Agama, Jakarta, 1991.
Ø
D. Hendropuspito, O.C. Sosiologi Agama.
Penerbit Yayasan Kanisius
Ø
Thomas F. O’Dea. Sosiologi Agama. Penerbit
Yayasan Solidaritas Gadjahmada
[1] . Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Sosiologi
Agama, Jakarta, 1991, hal. 4
[2] .
Untuk diskusi Durkhaim mengenai anomi, lihat Suicide, di terjemahkan
oleh John A. Spaulding dan George Simpson (Glencoe,
III: The Free Press, 1951)
[3] . Max Weber, The sociology of Religion, di terjemahkan oleh Ephraim Fishoff (Boston: Beacon Press, 1963), hal.95,
96
[4] . Ibid., hal. 97
[5] . Ibid.
hal. 80, 97.
[6] . Ibid.
hal. 91
[7]. Ibid. hal. 90
[8] . Ibid.
hal. 101
[9] . Ibid.
hal. 85
[10] .
Ibid.
hal. 107
[11] . Ibid,
hal. 97
[12] .
Robert K. Lamb, Political Elites and the
Process of Economic Development, The Progress of Underdeveloped Areas, Bert
F. Hoselitz (ed) (Chicago: University of Chicago Press, 1952), hal. 34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar